Raksasa otomotif Eropa menghadapi tantangan berat dalam perjalanan menuju elektrifikasi penuh, termasuk kurangnya model yang terjangkau, peluncuran titik pengisian daya yang lebih lambat dari yang diantisipasi, dan dampak potensial dari tarif Eropa terhadap mobil listrik yang dibuat di Cina.
Volvo Cars mengumumkan bahwa mereka telah membatalkan rencana yang gencar dipromosikan untuk hanya menjual mobil listrik pada tahun 2030. Volvo beralasan ada kebutuhan untuk menjadi “pragmatis dan fleksibel” di tengah kondisi pasar yang terus berubah.
Produsen mobil asal Swedia ini sebelumnya menargetkan antara 90% dan 100% dari penjualan mobilnya adalah model listrik atau plug-in hybrid pada tahun 2030. Perusahaan ini sekarang mengatakan bahwa hingga 10% dari penjualannya akan mewakili sejumlah model hibrida ringan pada tenggat waktu tersebut.
“Saya rasa banyak produsen yang jelas-jelas sedang mengalami proses ini [penundaan target elektrifikasi] saat ini. Kami melihatnya di seluruh industri,” kata Tim Urquhart, analis otomotif utama di S&P Global Mobility, kepada ‘Squawk Box Europe’ CNBC pada Senin (9/9).
Menurutnya banyak produsen yang telah berhenti berinvestasi dalam teknologi mesin pembakaran internal mulai menyadari bahwa jika perusahaan tidak terus berinvestasi, mereka tidak akan kompetitif dan produknya tidak akan dibeli orang.
Urquhart mengatakan bahwa pemerintah di pasar-pasar utama telah menerapkan langkah-langkah untuk mendorong orang membeli kendaraan listrik berbasis baterai (BEV). Ia menilai hal ini merupakan tren yang semakin bermasalah.
Inggris, misalnya, memperkenalkan mandat yang mengharuskan 22% dari penjualan mobil baru tahun ini adalah kendaraan tanpa emisi, atau ZEV. Mandat ini, yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kendaraan yang menimbulkan polusi di jalan, akan meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 100% dari penjualan mobil baru pada tahun 2035.
“Perlu ada semacam pragmatisme dari regulator dan produsen. Para produsen mungkin berada di depan para regulator dalam hal ini,” kata Urquhart. Menurutnya para produsen adalah satu-satunya yang melihat apa yang ingin dibeli oleh pelanggan saat ini, dan tidak banyak kendaraan listrik baterai.
Saat mengumumkan rencana kendaraan listrik (EV) yang telah direvisi minggu lalu, Volvo Cars memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi ambisi elektrifikasi industri otomotif.
Produsen mobil tersebut mengatakan bahwa ada peluncuran infrastruktur pengisian daya yang lebih lambat dari yang diharapkan, penarikan insentif pemerintah di beberapa pasar dan ketidakpastian tambahan yang dipicu oleh tarif baru-baru ini untuk kendaraan listrik di berbagai pasar.
Volvo Cars mengatakan bahwa perkembangan ini menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan untuk kebijakan pemerintah yang lebih kuat dan lebih stabil untuk mendukung transisi dari bahan bakar fosil.
Ketika ditanya apakah beberapa tantangan industri ini cenderung membuat orang enggan membeli mobil listrik, Urquhart membenarkan hal itu.
“Tampaknya ada siklus berita harian di media arus utama tentang sentimen anti-BEV, banyak di antaranya tidak diteliti dengan baik ... tetapi banyak di antaranya benar,” kata Urquhart.
Dia mengatakan konsumen menghadapi pilihan yang sangat. Mereka telah memiliki paradigma teknologi yang sama di industri ini selama 130 tahun. Tidak mudah bagi produsen untuk meminta konsumen mengubah cara mereka mengemudikan kendaraan, menggunakan kendaraan, mengisi daya kendaraan, dan tidak mengisinya dengan bensin.
“Saya pikir ada semacam antusiasme yang berlebihan dari para regulator, [produsen peralatan asli], mungkin dari pihak kami juga dalam beberapa hal, untuk BEV. Tidak benar-benar memahaminya adalah hal yang sangat, sangat sulit untuk membuat sebagian besar konsumen arus utama untuk benar-benar mengubah cara mereka menggunakan dan mengoperasikan kendaraan mereka.”
Terlepas dari ketidakpastian jangka pendek, produsen mobil menyadari bahwa mereka tidak dapat melewatkan mobil listrik. “Pergeseran ke mobil listrik adalah perjalanan non-linear dengan banyak ketidakpastian, seperti yang telah kita lihat selama beberapa tahun terakhir. Namun, hal ini semakin membuat produsen mobil Eropa berada di bawah tekanan,"ujar Rico Luman, Ekonom Sektor Senior untuk Transportasi dan Logistik di ING.
Ia menyebut penjualan mobil baru gagal kembali ke tingkat sebelum pandemi di pasar negara asalnya. Keputusan beberapa produsen mobil Eropa untuk menunda peralihan ke mobil listrik sangat ditujukan untuk mempertahankan profitabilitas dan menjaga fleksibilitas dalam lingkungan yang sangat tidak menentu.
Dia menambahkan bahwa perlambatan penjualan mobil listrik di Eropa disebabkan oleh beberapa alasan dan kemungkinan besar hanya bersifat sementara.
“Arah perjalanan tidak berubah, dan investasi dalam perombakan portofolio produk masih perlu terus dilakukan untuk mengamankan posisi jangka panjang di pasar selama dekade berikutnya,” kata Luman dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada Jumat (6/9) lalu.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.