Katadata Green HUT RI 79
Banner

Hampir Seperempat Merek Fesyen Besar Tidak Punya Rencana Dekarbonisasi

freepik.com/ArtPhoto_studio
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 3 Agustus 2024, 15.03

Hampir seperempat merek fesyen terbesar di dunia, seperti Reebok, Tom Ford, dan DKNY, tidak memiliki rencana publik untuk dekarbonisasi.

Industri mode atau fesyen dapat menimbulkan polusi yang sangat tinggi. Dalam beberapa kasus, zat kimia PFAS atau biasa disebut forever chemicals ditemukan di perairan dekat pabrik. 

Industri tersebut juga merupakan sumber limbah yang mengkhawatirkan, dengan tren fesyen cepat yang dituduh mendorong konsumsi berlebihan.

Laporan berjudul "Apa yang Mendorong Fesyen? (What Fuels Fashion?)" yang diterbitkan pada hari Kamis menganalisa dan memberi peringkat 250 merek dan retail fesyen terbesar di dunia, yang memiliki omzet Rp 6,4 triliun (US$400 juta) atau lebih, berdasarkan pengungkapan publik tentang target dan aksi iklim mereka.

Para peneliti menilai 70 kriteria keberlanjutan yang berbeda, seperti target emisi, transparansi atas rantai pasokan, dan apakah energi terbarukan digunakan untuk memberi daya pada pabrik, untuk memberikan skor persentase kepada rantai fesyen.

Perusahaan seperti DKNY, Tom Ford, dan Reebok diberi skor dekarbonisasi 0% dalam laporan tersebut, yang berarti mereka belum cukup memaparkan bagaimana rencana menghilangkan emisi dari rantai pasokan mereka. 

Perusahaan lain yang mendapat skor rendah adalah Urban Outfitters dan Dolce & Gabbana dengan skor 3%. Merek dengan skor tertinggi untuk keberlanjutan secara keseluruhan adalah Puma (75%), Gucci (74%), dan H&M (61%).

Hanya empat dari 250 merek yang diteliti oleh Fashion Revolution yang memenuhi target pengurangan emisi yang ditetapkan bagi perusahaan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Laporan tersebut menemukan bahwa hanya 117 dari 250 merek yang memiliki target dekarbonisasi. Dari jumlah tersebut, 105 merek mengungkapkan pembaruan tentang kemajuan mereka. 

Namun, dari jumlah tersebut, 42 merek melaporkan peningkatan emisi lingkup-3 dibandingkan tahun dasar mereka.

Menurut laporan tersebut, 86% perusahaan tidak memiliki target penghentian penggunaan batu bara secara publik, dan 94% tidak memiliki target energi terbarukan secara publik. 

Kurang dari setengah (43%) merek bersikap transparan tentang sumber energi mereka, apakah dari batu bara, gas, atau energi terbarukan.

Ada kekhawatiran industri fesyen memproduksi terlalu banyak pakaian, yang banyak di antaranya berakhir di tempat pembuangan sampah.

Laporan tersebut mencatat ada masalah akuntabilitas dalam hal tersebut, dengan sebagian besar merek fesyen besar (89%) tidak mengungkapkan berapa banyak pakaian yang mereka buat setiap tahun.

Pekerja rantai pasokan di seluruh dunia sering kali berada di garis depan krisis iklim, dengan negara-negara penghasil tekstil utama, seperti Bangladesh, menghadapi banjir yang semakin parah yang membahayakan para pekerja.

Perkiraan menunjukkan cuaca ekstrem, seperti kekeringan, gelombang panas, dan musim hujan, dapat mengakibatkan hilangnya hampir 1 juta pekerjaan di sektor tersebut.

Fashion Revolution menemukan bahwa hanya 3% dari merek fesyen besar yang mengungkapkan upaya untuk memberikan dukungan finansial kepada pekerja yang terdampak krisis iklim.

Penulis laporan tersebut meminta perusahaan untuk bertindak dan melindungi mereka yang sering kali menerima upah di bawah garis kemiskinan untuk membuat produk pakaian perusahaan.

Direktur Kebijakan dan Kampanye Global Fashion Revolution Maeve Galvin mengatakan fesyen dapat secara bersamaan mengekang dampak krisis iklim dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan dalam rantai pasokan dengan menginvestasikan setidaknya 2% dari pendapatan mereka ke energi bersih dan terbarukan serta meningkatkan keterampilan dan mendukung pekerja.

"Kerusakan akibat iklim dapat dihindari karena kita memiliki solusinya dan industri fesyen besar tentu mampu menanggungnya,” ujar Maeve.

Dikutip dari The Guardian, Kamis (1/8), perusahaan-perusahaan fesyen berkinerja buruk yang disebutkan dalam artikel ini semuanya telah dihubungi untuk dimintai komentar.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.