Katadata Green HUT RI 79
Banner

Hampir 2 Ribu Anak Meninggal Setiap Hari Akibat Polusi Udara

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/tom.
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 20 Juni 2024, 17.33

Hampir 2 ribu anak balita meninggal setiap hari akibat polusi udara, yang telah melampaui sanitasi buruk dan kurangnya air bersih sebagai faktor risiko kesehatan terbesar kedua bagi anak-anak di seluruh dunia.

Menurut studi terbaru dari Health Effects Institute (HEI), lebih dari 8 juta kematian, baik anak-anak maupun orang dewasa, disebabkan oleh polusi udara di tahun 2021, karena polusi di luar ruangan maupun di dalam ruangan terus berdampak buruk bagi kesehatan.

Udara kotor kini menjadi pembunuh terbesar kedua di dunia, setelah penggunaan tembakau, dan kedua setelah tekanan darah tinggi, sebagai faktor risiko kematian di antara populasi umum. Di antara anak-anak di bawah lima tahun, polusi udara menjadi yang kedua setelah malnutrisi sebagai faktor risiko kematian.

Laporan State of Global Air tahun ini, yang diterbitkan oleh HEI sejak tahun 2017, dan dibuat tahun ini melalui kemitraan dengan Unicef, juga menunjukkan bahwa anak-anak di negara-negara miskin mengalami dampak terburuk, dengan tingkat kematian yang terkait dengan polusi udara pada anak di bawah usia lima tahun 100 kali lebih tinggi di sebagian besar wilayah Afrika dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi.

Penulis utama laporan tersebut dan Kepala Kesehatan Global di HEI, Pallavi Pant, menunjuk pada ketidaksetaraan yang sangat besar yang ditemukan dalam laporan tersebut. 

"Terlalu banyak beban yang ditanggung oleh anak-anak, populasi yang lebih tua, dan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah," ujar Pallavi, dikutip dari The Guardian, Selasa (18/6).

Berdasarkan laporan tersebut, partikel kecil yang disebut PM2.5 - yang berarti berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer - merupakan penyebab lebih dari 90% kematian akibat polusi udara global. 

Partikel PM2.5 dapat masuk ke dalam aliran darah dan telah ditemukan mempengaruhi organ-organ di seluruh tubuh. Partikel ini telah ditemukan tidak hanya terkait dengan penyakit paru-paru tetapi juga penyakit jantung, stroke, diabetes, demensia, dan keguguran.

Laporan tersebut menunjukkan betapa meluas dan merusaknya prevalensi polusi PM2.5, dan menemukan bahwa keberadaan tingkat partikel halus yang tinggi sekarang menjadi prediktor yang paling konsisten dan akurat untuk hasil kesehatan yang buruk di seluruh dunia.

Menurut HEI, dampak dari krisis iklim juga memperburuk kualitas udara. Laporan tersebut menemukan bahwa ketika kekeringan menjadi lebih parah dan berkepanjangan, dan lahan menjadi semakin kering, kebakaran hutan merusak hutan yang dulunya tumbuh subur dan badai debu berdampak pada dataran yang luas, mengisi udara dengan partikel yang bertahan lama.

Suhu yang lebih tinggi di musim panas juga dapat memperburuk dampak polutan di udara seperti nitrogen oksida, yang pada suhu tinggi dapat berubah menjadi ozon, gas yang mengiritasi saat dihirup. 

Laporan tersebut mengungkap bahwa paparan ozon dalam jangka panjang berkontribusi pada hampir setengah juta kematian di tahun 2021.

Mengatasi polusi udara juga bisa memberi dampak yang menguntungkan bagi iklim. Sekitar setengah juta kematian anak-anak pada 2021 terkait dengan udara kotor di dalam ruangan, terutama akibat memasak dengan bahan bakar kotor, termasuk biomassa, arang, parafin, dan batu bara. 

Beralih ke bahan bakar yang lebih bersih, seperti kompor tenaga surya, dapat mengurangi emisi PM2.5 secara signifikan, begitu juga dengan emisi karbon dioksida.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.