Pemerintah negara-negara perlu menanam lebih banyak pohon dan memanfaatkan teknologi yang melipatgandakan jumlah karbon dioksida yang diserap setiap tahun dari atmosfer untuk memenuhi target iklim global.
"Penghapusan karbon dioksida” (CDR) mengacu pada berbagai intervensi yang menyerap CO2 yang sudah ada di udara.
Ini termasuk metode konvensional seperti reboisasi dan solusi-solusi berskala besar yang berpotensi seperti bahan bakar nabati, membudidayakan ganggang di lautan, dan penggunaan filter-filter yang menangkap CO2 di atmosfer secara langsung.
Berdasarkan laporan penelitian oleh lebih dari 50 pakar internasional, CDR saat ini menghilangkan sekitar 2 miliar metrik ton CO2 dari atmosfer setiap tahun, tetapi perlu ditingkatkan menjadi sekitar 7-9 miliar ton jika kenaikan suhu ingin dijaga di bawah ambang batas 1,5 derajat Celcius.
“Emisi gas rumah kaca bersih global sekitar 55 miliar ton per tahun pada 2022 dan emisi terakumulasi di atmosfer. Jadi, setiap tahun, setiap tindakan sangat berarti,” kata Profesor di University of Wisconsin-Madison dan salah satu penulis laporan tahunan State of Carbon Dioxide Removal, Gregory Nemet, dikutip dari Reuters pada Rabu (5/6).
Kebijakan baru diperlukan untuk meningkatkan permintaan CDR dengan pendanaan untuk teknologi baru yang menurun sejak tahun 2020.
Dana sebesar US$856 juta (Rp 13,8 triliun) yang diinvestasikan pada startup baru tahun lalu hanya menyumbang sekitar 1% dari total belanja teknologi iklim.
“Kami melihat cukup banyak kebijakan yang mendukung teknologi ini secara langsung. Namun, yang benar-benar hilang sejauh ini adalah pasar yang didorong oleh pemerintah dan permintaan untuk menghilangkan karbon dioksida," ujar Gregory.
Laporan tersebut memaparkan protokol bersama mengenai bagaimana mengukur, melaporkan dan memverifikasi jumlah CO2 yang diserap dalam proyek-proyek CDR, terutama jika mereka mengandalkan pendanaan dari pasar karbon.
Penilaian terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim menyebut CDR akan berperan dalam mencapai tujuan iklim, namun memperingatkan risiko penerapan metode baru dan belum pernah dicoba dalam skala besar, dengan mengatakan bahwa metode tersebut dapat berdampak pada keanekaragaman hayati, ketahanan pangan dan air.
Gregory menegaskan bahwa tidak ada yang gratis dan CDR bukanlah obat mujarab.
“Terlepas dari berapa banyak penghapusan karbon dioksida yang kita lakukan, kita masih harus mengurangi emisi dari bahan bakar fosil dan menghentikan deforestasi dengan cepat,” katanya.
Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.