Katadata Green
Banner

CarbonEthics Asal Indonesia Incar Pasar Kredit Karbon Singapura, Tokyo

123RF.com/Dilok Klaisataporn
Avatar
Oleh Arsyad Paripurna 30 Mei 2024, 07.08

CarbonEthics, startup carbon offset asal Indonesia, berencana untuk mencatatkan produknya di pasar perdagangan internasional, seperti Singapura dan Tokyo. 

Proyek-proyek unik kelautan dan pesisir Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, diharapkan bisa menarik minat bisnis global.

Didirikan pada tahun 2019, CarbonEthics menyediakan proyek lingkungan berbasis alam bagi perusahaan yang ingin mengimbangi emisi mereka. 

Proyek-proyek yang dijalankannya berfokus pada karbon biru yang diserap oleh tanaman pesisir dan laut seperti mangrove dan lamun.

Chief Impact Officer CarbonEthics Jessica Novia mengatakan startup yang berbasis di Jakarta ini sedang mengembangkan proyek mangrove dan proyek lainnya yang akan dicatatkan sebagai kredit karbon di pasar internasional dalam beberapa tahun mendatang.

"Ketika regulasi (dari pemerintah Indonesia untuk pencatatan perusahaan kredit karbon di luar negeri) dan kredit karbon kami sudah siap, maka kami akan dapat menjual kredit karbon yang diperkirakan akan dimulai pada tahun 2026," kata Jessica, dikutip dari Nikkei Asia pada Minggu (26/5).

Di Asia, Singapura telah mempelopori perdagangan kredit karbon. Negeri singa ini berambisi menjadi pusat global bagi bisnis yang berupaya menangani perubahan iklim. 

Bursa Efek Tokyo juga mulai memperdagangkan kredit emisi yang disertifikasi pemerintah pada bulan Oktober.

Menurut Jessica, pencatatan perdagangan di Singapura mungkin terjadi. CarbonEthics juga mempertimbangkan pasar Tokyo. "Jepang memiliki standarnya sendiri, jadi kami perlu memeriksa apakah Jepang dapat menerima kami," katanya.

Hingga 2023, CarbonEthics telah membantu menyerap 12.500 ton karbon dioksida melalui proyek-proyek yang mereka jalankan, termasuk hutan mangrove di Provinsi Maluku, Indonesia Timur, dan sawah di Jawa. 

Mereka menargetkan perolehan 10% pangsa pasar karbon di Indonesia pada tahun 2030.

"Indonesia memiliki persediaan karbon biru terbesar di dunia. Ini adalah keunggulan kompetitif bagi Indonesia untuk fokus pada karbon biru," ungkap Jessica.

Hingga tahun lalu, bisnis konsultasi karbon dan margin dari layanan penanaman mangrove menjadi sumber pendapatan utama startup ini. 

Penjualan langsung proyek alam CarbonEthics -- tidak melalui pasar kredit karbon -- juga akan menghasilkan pendapatan di 2024. Menurut Jessica, hal ini karena bisnis semakin ditekan untuk menangani isu sosial dan lingkungan.

Dengan adanya ekspektasi pemerintah Indonesia menerapkan pajak karbon yang menargetkan industri pertambangan tahun depan, permintaan untuk carbon offset atau tebus karbon dari sektor tersebut akan meningkat dan menambah permintaan yang sudah ada dari industri lain seperti logistik, perbankan, minyak, dan gas.

Ke depan, CarbonEthics akan berupaya untuk menghasilkan kredit karbon senilai 150 juta ton.

Untuk mencapai hal ini, mereka berniat mengembangkan proyek carbon offset di negara-negara Asia Tenggara lainnya mulai tahun 2026. 

"Ekspansi ke Asia Tenggara adalah bagian dari strategi pertumbuhan kami," kata Jessica.

Reporter : reportergreen Editor : Arsyad Paripurna
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.