Katadata Green HUT RI 79
Banner

IEEFA: Pensiun Dini PLTU Solusi Akhiri Beban Keuangan PLN

ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras
Avatar
Oleh Rena Laila Wuri 14 Mei 2024, 10.31

Laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mengungkapkan Indonesia dibebani dengan subsidi listrik dan kompensasi hingga sebesar Rp 123 triliun pada 2022. Kondisi tersebut karena ketergantungan PLN yang besar pada pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara. 

Pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara secara bertahap dan percepatan pengembangan energi terbarukan, bisa menjadi solusi mengakhiri beban keuangan PLN.

“Pemensiunan PLTU batu bara secara bertahap menawarkan sejumlah manfaat, seperti berkurangnya dampak volatilitas harga batu bara dan turunnya biaya perawatan secara signifikan,” kata penulis laporan tersebut, Mutya Yustika, Selasa (14/3).

Dalam laporan berjudul Pathways to Financial Sustainability for PLN through Renewable Energy Development, masifnya pertumbuhan kapasitas PLTU menyebabkan beban keuangan PLN juga turut meningkat lantaran adanya kewajiban kontrak dari Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Untuk diketahui, proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik yang dicanangkan Pemerintah pada 2006-2015 mendorong ekspansi PLTU besar-besaran di Indonesia.

Pada 2022, biaya operasi PLN mencapai Rp 386 triliun atau meningkat 20% dari 2021 sebesar Rp 323 triliun. Hal ini didorong oleh pembayaran listrik ke produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) dan biaya pembelian batu bara.

Dengan demikian, subsidi dan kompensasi ke PLN menyentuh Rp 123 triliun. Kondisi ini masih akan terus terjadi jika sistem kelistrikan nasional masih didominasi oleh PLTU batu bara.

Per Desember 2023, PLN memiliki 20,4 gigawatt (GW) PLTU batu bara dengan 23% di antaranya telah beroperasi lebih dari 20 tahun. “Pemensiunan bertahap PLTU tua ini akan mengurangi biaya perawatan secara signifikan lantaran manfaat ekonomi pembangkit berkurang seiring usia,” ucap Yustika.

Menurut IEEFA, peningkatan kapasitas energi surya dan angin, serta berkurangnya batu bara, juga akan memangkas biaya pokok pembangkitan PLN. Pada ada akhirnya pemangkasan biaya ini akan menurunkan beban subsidi listrik negara.

Pensiun Dini PLTU Akan Hindari Biaya Kesehatan hingga Rp 3.600 T

Pengakhiran operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara juga dapat menghindari biaya kesehatan hingga US$ 230 miliar atau sekitar Rp 3.680 triliun pada 2050. Pensiun dini PLTU akan mengurangi polusi yang menyebabkan penyakit.

Penghitungan tersebut termaktub dalam laporan IESR berjudul “Identifikasi Kebutuhan Pembiayaan untuk Transformasi Sektor Ketenagalistrikan Indonesia yang Berkeadilan”. Laporan ini disusun bekerja sama dengan New Climate Institute (NCI).

"Dengan skenario yang sejalan dengan Persetujuan Paris atau pembatasan suhu bumi 1,5 derajat Celcius, biaya kesehatan yang dapat dihindari dari pengakhiran operasional PLTU sekitar US$ 230 miliar atau sekitar Rp3.680 triliun pada pertengahan abad ini," ujar Koordinator Pembiayaan Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), Farah Vianda, dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (1/5).

Sementara itu berdasarkan skenario yang sejalan dengan target JETP, pengakhiran operasional PLTU batubara akan mampu mengamankan US$ 150 miliar atau sekitar Rp 2.400 triliun pada 2050. 

Analis Kebijakan Iklim New Climate Institute, Reena Skribbe, menuturkan bahwa suksesnya transisi energi di Indonesia akan bergantung pada integrasi politik dan kelembagaan ke dalam proses perencanaan menyeluruh. Menurutnya, yang paling penting ialah pengarusutamaan keadilan di semua tingkatan pemerintahan.

Reporter : Rena Laila Wuri Editor : Tia Dwitiani Komalasari
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.