Komitmen iklim merupakan kebutuhan mendesak untuk memastikan keberlanjutan lingkungan, melindungi kelompok rentan, dan menjamin masa depan generasi muda. Tak heran isu krisis lingkungan menjadi kekhawatiran utama orang muda.
National Benchmark Survey Kawula17 pada semester I 2025 menunjukkan bahwa 35% orang muda menganggap cuaca ekstrem sebagai isu lingkungan yang paling menjadi tantangan di Indonesia saat ini.
Kekhawatiran ini lebih kuat kepada perempuan (40%), orang muda perkotaan (38%), serta orang muda dengan pandangan progresif (40%) dan sangat progresif (46%). Berdasarkan temuan ini, Program Manager Kawula17 Maria Angelica menekankan pentingnya keseriusan pemerintah dalam menjaga konsistensi kebijakan iklim.
“Konsistensi antara komitmen pemerintah dan implementasi kebijakan iklim harus dikawal melibatkan partisipasi publik, terutama orang muda yang akan hidup paling lama dengan dampaknya,” tutur Angelica melalui keterangan tertulis, Senin (15/12).
Namun, hasil negosiasi COP30 di Belém, Brazil, menunjukkan sejumlah catatan kritis. Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak pun sempat menyorot tajam proses negosiasi pemerintah.
“Indonesia lebih menonjolkan agenda jual beli karbon, alih alih mendorong peta jalan penghentian energi fosil seperti yang didorong oleh lebih dari 80 negara,” ujarnya dalam wawancara dengan media, belum lama ini.
Menurut Leonard, minimnya langkah progresif ini memperkuat kebutuhan akan pengawasan publik dan proses penyusunan kebijakan yang lebih inklusif.
Selain itu, terbatasnya ruang bagi suara orang muda dalam proses COP30 menegaskan pentingnya mekanisme partisipasi bermakna yang lebih kuat bagi orang muda.
Angelica menyatakan, minimnya ruang bagi suara orang muda dalam COP30 memperlihatkan perlunya mekanisme partisipasi yang lebih inklusif.
“Melalui Festival Rumah Kaca, kami berupaya membuka ruang yang lebih dekat bagi orang muda untuk memahami isu iklim, menyuarakan aspirasi, dan terlibat dalam mengawal kebijakan iklim nasional, terutama pasca COP30,” ujarnya.
Festival Rumah Kaca hadir sebagai wadah partisipasi publik yang mendorong kesadaran, aksi kolektif, dan literasi iklim orang muda. Festival Rumah Kaca juga memperkuat komitmen Kawula17 dalam menghadirkan ruang aman bagi generasi muda untuk terlibat dalam pengawasan kebijakan iklim, terutama dalam masa transisi setelah COP30 di Belém, Brazil.
Situasi pasca-COP30 menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan kolaborasi lintas sektor, transparansi yang lebih kuat, dan partisipasi publik yang bermakna untuk memastikan kebijakan iklim berjalan secara adil, inklusif, dan selaras dengan komitmen global.
Orang muda perlu ditempatkan sebagai bagian sentral dalam strategi pembangunan berkelanjutan, baik melalui ruang partisipasi, pendidikan lingkungan, pekerjaan hijau, maupun kebijakan yang mengamankan masa depan mereka.
Kawula17 adalah organisasi independen, nirlaba, dan nirpartisan yang fokus kepada peningkatan partisipasi bermakna orang muda dalam demokrasi di Indonesia. Melalui berbagai program seperti aplikasi saran pemilihan, riset, dan edukasi melalui Kawula17 Goes to School, Kawula17 mendorong kesadaran kritis dan keterlibatan orang muda pada isu-isu lingkungan, hak asasi manusia, gender, dan antikorupsi.