Sustainable Finance Lead World Wide Fund alias WWF, Rizkia Sari Yudawinata, menyebut dunia butuh dana US$ 9,2 triliun per tahun untuk mencapai target iklim. Secara spesifik negara-negara ASEAN butuh duit US$ 2 triliun untuk pendanaan iklim hingga 2030.
“Sedangkan untuk Indonesia, dibutuhkan US$ 281 miliar di pembiayaan iklim pada 2030,” ujar perempuan yang akrab disapa Kiki tersebut, dalam media briefing 2025 Sustainable Finance Update di Jakarta, Rabu (26/2).
Menurut Kiki, angka ini masih jauh dari angka pendanaan iklim di Asia yang berkisar US$ 240 miliar secara tahunan. Kendati demikian, WWF mencatat sudah ada peningkatan penawaran berbagai produk pendanaan iklim dalam lima tahun mendatang. Dalam catatan mereka, porsi pendanaan iklim pada 2019 senilai 50% dan meningkat menjadi 87% pada 2024.
WWF menemukan 72% dari 11 bank di Indonesia sudah mengembangkan produk finansial hijau. Bentuknya juga bermacam-macam, mulai dari sustainable linked loan, supply chain finance, hingga cicilan hijau.
“Tapi salah satu highlight-nya adalah penting juga untuk mulai mengembangkan produk yang bisa membantu UMKM, karena UMKM salah satu backbone penting untuk perekonomian Indonesia,” ujar Kiki.
Dari segi keberagaman hayati, Kiki menjelaskan ada US$ 900 miliar investasi tahunan yang dibutuhkan untuk menutup jarak pembiayaan bidang keberagaman hayati. WWF mencatat pada 2024 lalu pendanaan di bidang ini mencapai US$ 154 miliar per tahun, sebesar US$ 131 miliar dari publik atau pemerintah dan swasta US$ 23 miliar.
Berbeda dengna pendanaan hijau, instrumen kebijakan di keberagaman hayati masih terbatas. Sejauh ini, perbankan baru mencapai skor tinggi di bidang pengakuan atau kesadaran perlunya pendanaan di bdiang tersebut.
“Perbankan perlu mengeksplorasi bagaimana mengembangkan produk finansial yang mendukung alam itu seperti apa,” ujar Kiki.