Katadata Green
Banner

Masyarakat Sipil Rekomendasi Transisi Energi Berkeadilan ke Prabowo

Katadata
Avatar
Oleh C. Bregas Pranoto 19 Desember 2024, 18.54

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan yang terdiri dari 30 lembaga riset dan organisasi masyarakat sipil, merekomendasikan delapan quick wins transisi energi untuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Hal tersebut disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri PT PLN (Persero) dan Direktorat Jenderal Energi Baru,Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada Rabu, 18 Desember 2024 di Kantor Katadata.

Quick wins bertujuan mendukung target pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan inklusif melalui percepatan transisi energi yang sejalan dengan visi misi Asta-Cita. Adapun, Presiden Prabowo menyampaikan penghentian operasi pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) dalam lima belas tahun mendatang, serta menambah 75 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan hingga 2040 pada pertemuan G20 di Brasil.

Plt. Direktur Program Koaksi Indonesia, Indra Sari Wardani, selaku perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan mengatakan, pernyataan Presiden Prabowo patut diapresiasi sebagai komitmen untuk kedaulatan energi.

“Ini merupakan langkah awal yang harus diapresiasi dan perlu dikawal agar komitmen tersebut dapat terlaksana secara inklusif dan berkeadilan untuk mencapai kedaulatan energi Indonesia,” kata Sari.

Koalisi menekankan beberapa hal krusial yang perlu dipenuhi dalam quick wins. Pertama, memastikan partisipasi bermakna masyarakat dalam tahap perencanaan hingga implementasi kebijakan strategis di sektor energi dan turunannya.

Executive Vice President Transisi Energi & Keberlanjutan PT PLN Kamia Handayani mengatakan, pemerintah tengah menyelaraskan beberapa kebijakan energi seperti Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). PLN juga tengah menyelaraskan RUPTL 2025-2034 dengan target NDC 2030 dan Net Zero Emission (NZE) 2060.

Merespons pernyataan tersebut, Koalisi menekankan, pemerintah perlu memprioritaskan energi terbarukan seperti tenaga surya dan panas bumi dalam KEN dan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan. Pasalnya, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia kurang dari 14 GW atau 0,37 persen dari total potensi 3.716 GW.

Senior Strategist Indonesian Center for Environmental Law Grita Anindarini, pembangunan energi terbarukan lebih efektif pangkas emisi, juga lebih murah dan minim risiko, alih-alih energi baru seperti nuklir dan gas.

“Kami mengharapkan pengembangan energi ke depan lebih mengutamakan sumber energi yang tidak berisiko tinggi terhadap lingkungan, aman, tidak memberikan tekanan lebih pada ekosistem, dan tidak berkonflik dengan masyarakat” katanya.

Pensiun Dini PLTU Batubara dan Dukungan Insentif Energi Terbarukan

Koordinator Rencana dan Laporan Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, Widya Adi Nugroho mengatakan, pada semester 1 2024 pembangunan energi terbarukan mencapai 13,9 persen dari bauran energi. Ini mencakup seluruh energi terbarukan yang dikelola PLN, off-grid, dan dari independent power producer.

“Persentase bisa meningkat karena beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi, air, dan surya yang akan beroperasi di penghujung tahun,” lanjut Widya.

Dalam quick wins kedua, Koalisi mengusulkan pemerintah menyusun rencana peta jalan pensiun dini PLTU yang jelas, beserta tindakan pengamanan (safeguard) sebagai turunan dari Perpres 112/2022. Peta jalan harus mengakomodasi perlindungan sosial dan lingkungan, terutama pekerja dan masyarakat terdampak.

Kamia mengungkapkan PLN berencana meningkatkan bauran energi terbarukan dalam rencana pembangkitannya, sekaligus membangun jaringan transmisi listrik smart grid.

“Dalam RUPTL sebelumnya, PLN merencanakan kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 21 GW hingga 2030. Dengan revisi terbaru untuk RUPTL 2025–2034, kapasitas bisa lebih besar lagi,” katanya menjelaskan.

Koalisi menilai pemerintah perlu memberikan dukungan insentif untuk energi terbarukan, juga pemberdayaan dan akses UMKM serta koperasi. Perlu prosedur pengadaan yang jelas, dan desentralisasi energi yang demokratis dan berkelanjutan.

Kelima, aspek ESG (environment, social, and governance), mencakupi prinsip kelestarian lingkungan, keadilan sosial dan tata kelola yang baik, merupakan prasyarat bagi pelaku industri untuk mendapatkan perizinan investasi. Koalisi mendorong agar penguatan standar pengaman, pengawasan, kepatuhan, serta pelaporan tentang penerapan ESG kepada publik, berpedoman pada standar internasional.

Keenam, mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penerapan kebijakan nilai ekonomi karbon (NEK). Harus ada desain dalam implementasi NEK yang jelas, termasuk memperhatikan mekanisme pengawasan, pelaporan dan verifikasi, serta pengaman yang dapat memberikan perlindungan pada masyarakat dan lingkungan.

Selain itu, meninjau ulang kebijakan biofuel seperti B50 dengan mempertimbangkan keadilan iklim, daya dukung lingkungan, dan daya saing industri. Koalisi mendorong opsi mempertimbangkan bahan baku berbasis lokal, pengakuan hak-hak petani kecil dan masyarakat adat terdampak, dan memperhatikan batas daya dukung dan tampung lahan sawit tidak lebih dari 18 juta hektar.

Terakhir, mengevaluasi rencana co-firing biomassa yang akan dilakukan di 52 PLTU agar sejalan dengan target NZE. Sistem ini berkontribusi pada peningkatan emisi, berpotensi menghilangkan 72 persen tutupan hutan, serta kemungkinan kendala pemenuhan pasokan domestik. 

Peneliti Bioenergi CELIOS Viky Arthiando mengatakan, terdapat celah ekspor ilegal dalam rantai pasok biomassa, membuat potensi bea keluar yang tidak optimal, kepatuhan pajak rendah, dan risiko deforestasi yang tidak tercatat. Karena itu, Koalisi mendorong pengawasan dan audit yang kuat untuk praktik rantai pasok biomassa.

Direktur Program Yayasan Bicara Data Indonesia, Heri Susanto, mengatakan bahwa upaya transisi energi berkeadilan penting untuk diwujudkan karena akan mengurangi emisi karbon, mendatangkan investasi baru, lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan. 

“Mengingat agenda transisi energi berdampak luas, pemerintah perlu memperkuat kolaborasi dengan pemangku kepentingan seperti akademisi, swasta, media, serta masyarakat sipil. Termasuk perempuan, disabel, masyarakat rentan dan masyarakat yang terdampak,” ujar Heri.

Editor : editorgreen
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.