Katadata Green
Banner

Indonesia Climate Week: Pelibatan Masyarakat Kunci Respon Krisis Iklim

Istimewa
Avatar
Oleh Uji Sukma Medianti 13 Desember 2024, 19.17

Aliansi Voices for Just Climate Action (VCA) Indonesia, menyelenggarakan acara Indonesia Climate Week, sebuah festival iklim yang bertemakan “Merayakan Aksi Iklim Lokal Untuk Global”, berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 10-14 Desember 2024. 

Acara tersebut bertujuan untuk menyuarakan berbagai aksi dan solusi iklim yang telah dilakukan VCA Indonesia dan masyarakat di tingkat tapak dalam beradaptasi dengan krisis iklim. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam KTT Iklim atau COP29 di Baku, Azerbaijan, November lalu mencatat bahwa tahun 2024 menjadi tahun dengan suhu tertinggi bahkan melewati batas 1,5 derajat celsius, dan memecahkan rekor suhu yang baru saja tercatat tahun lalu.

 Ketua Panitia Indonesia Climate Week Febrilia Ekawati mengatakan bahwa dampak krisis iklim dirasakan langsung oleh masyarakat di Indonesia terutama untuk kelompok rentan yang merasakan dampak yang tidak proporsional padahal kontribusi emisi mereka kecil. 

Berbagai kelompok masyarakat terdampak yang berjejaring dalam VCA Indonesia melakukan berbagai aksi dan solusi krisis iklim yang berbasiskan kearifan lokal dengan kepemimpinan lokal. 

“Kelompok masyarakat jejaring VCA Indonesia, terutama yang ada di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, NTT, hingga Tanah Papua, membangun berbagai solusi untuk bisa beradaptasi dengan dampak krisis iklim,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Jumat (13/12). 

Di Indonesia Climate Week ini, VCA Indonesia ingin menunjukan berbagai aksi yang dilakukan melalui beragam acara. Mulai dari pameran foto, mural dan instalasi, diskusi tematik, lokakarya, talkshow, pemutaran film, hingga dialog publik yang menghadirkan para pengambil kebijakan, komunitas, dan multipihak.

Indonesia Climate Week menjadi platform untuk mempertemukan berbagai pihak, terutama pemerintah dan masyarakat terdampak krisis iklim agar mengakui dan mendukung aksi-aksi yang dilakukan oleh masyarakat.

“Solusi atas krisis iklim bisa dibangun dengan partisipasi penuh dari masyarakat dan kolaborasi dengan banyak pihak, terutama pemerintah,” sambung Febri. 

Pada pembukaan sesi Ruang Empati dan Ko-Kreasi yang dihadiri juga oleh Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia, Timor Leste, and ASEAN - Marc Gerritsen, perwakilan aliansi VCA, CSO dan perwakilan beberapa kementerian juga mengapresiasi berbagai inisiatif aksi iklim yang telah dilakukan oleh masyarakat. 

“Aksi iklim berbasis komunitas dan partisipasi masyarakat sangatlah penting untuk mengatasi krisis iklim. Hal ini perlu kita apresiasi dan dukung bersama,” katanya. 

CEO WWF Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan perhatian dan dukungan iklim yang berkeadilan merupakan tanggung jawab bersama para pihak, pemerintah dan non-pemerintah. 

Di mana, para pihak perlu memberikan dukungan dan perlindungan pada berbagai inisiatif aksi iklim yang dipimpin oleh masyarakat lokal yang sesuai dengan permasalahan dan konteks lokal.

“Kami yakin, melalui kolaborasi yang erat dan dukungan yang terus-menerus, program ini akan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat, serta memberikan kontribusi nyata dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan aksi iklim yang adil di Indonesia,” ujarnya. 

Dampak Positif Aksi Iklim

VCA Indonesia dengan berbagai inisiatif dalam merespons krisis iklim yang telah dilakukan sejak 2021 telah mampu mendorong resiliensi dan keterlibatan komunitas rentan dalam proses pengambilan keputusan terkait aksi iklim di wilayah kerjanya di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, NTT, hingga Tanah Papua. 

Dampak lain dari program VCA Indonesia adalah mendorong 14 forum multi pihak, mempengaruhi 11 kebijakan di tingkat desa hingga provinsi, serta memobilisasi dana dari pemerintah dan filantropi untuk menjalankan aksi iklim sebanyak kurang lebih 6 miliar rupiah. 

Arti Indallah Tjakranegara, dari VCA Indonesia - Yayasan Humanis, mengambarkan aksi-aksi lokal yang sekalipun terlihat sederhana, namun memiliki dampak sangat besar dan positif bagi masyarakat. 

Dia mencotohkan penanaman mangrove, konservasi mata air, pembersihan sampah di pantai, penanaman pangan lokal, dll, yang mampu mendorong resiliensi masyarakat lokal terhadap dampak krisis iklim. 

Adapun, yang dilakukan VCA Indonesia adalah memfasilitasi masyarakat untuk menggali cara untuk beradaptasi serta mengamplifikasi suara suara kelompok yang biasanya jarang terdengar di percakapan terkait krisis iklim. Lebih lanjut, upaya-upaya tersebut juga diyakininya memiliki dampak bagi masyarakat di luar daerah tersebut. 

“Kami percaya bahwa dalam jangka panjang, secara tak langsung aksi-aksi iklim tersebut juga akan dirasakan oleh masyarakat luas, baik di perkotaan maupun pedesaan,” katanya. 

Namun demikian, ia juga menyadarai bahwa hal tersebut tentunya belum cukup dibandingkan dengan dampak besar krisis iklim. Perlu adanya perubahan sistemik karena respons atas krisis iklim berkejaran dengan waktu yang semakin sempit. 

Sehingga pada gelaran Indonesia Climate Week, VCA Indonesia menyerukan kepada para pengambil kebijakan untuk segera bertindak dan melahirkan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan dan adaptif di wilayah pesisir, wilayah adat, dan lahan pertanian. 

Dia juga kembali menekankan, dalam pembangunan dan perumusan kebijakan, penting untuk melibatkan masyarakat sekitar terutama kelompok rentan secara penuh dan bermakna, serta tetap menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat adat dan lokal. 

“Kita perlu kebijakan iklim yang berkeadilan. Dan itu bisa diwujudkan dengan melibatkan masyarakat secara penuh dan bermakna. Jangan sampai masyarakat hanya menjadi penonton dan kemudian kembali menjadi korban dari kebijakan,” pungkasnya. 

Editor : Uji Sukma Medianti
;

Katadata Green merupakan platform yang mengintegrasikan berita, riset, data, forum diskusi, dan komunitas untuk menginformasikan, bertukar gagasan, hingga kolaborasi untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan di Indonesia.