Peningkatan jumlah hari panas akibat perubahan iklim kemungkinan besar akan merusak ekonomi Amerika Serikat (AS) dalam jangka panjang, menurut penelitian yang diterbitkan pada hari Selasa oleh Federal Reserve Bank of San Francisco.
"Temuan kami menunjukkan bahwa, dalam skenario tanpa upaya besar-besaran untuk mengurangi emisi karbon, peningkatan panas ekstrem di masa depan akan mengurangi stok kapital sebesar 5,4% dan konsumsi tahunan sebesar 1,8% pada tahun 2200," tulis Stephie Fried, seorang ekonom senior di San Francisco Fed (SF Fed), bersama rekan penulis Gregory Casey dan Matthew Gibson, keduanya profesor di Williams College.
Para peneliti menggunakan perkiraan terbaik dari para ilmuwan mengenai jumlah hari per tahun di mana bekerja di luar ruangan akan menyebabkan tekanan panas atau heat stress.
Jumlah hari tersebut diperkirakan meningkat dari 22 hari pada tahun 2020 menjadi 80 hari pada tahun 2100.
Mereka kemudian memproyeksikan kemungkinan dampak negatif pada produktivitas tenaga kerja di sektor konstruksi.
Tidak seperti sebagian besar sektor jasa dan manufaktur, pendingin udara tidak dapat mengatasi dampak hari panas di sektor kontruksi.
Peneliti berfokus pada sektor konstruksi karena memiliki porsi lebih besar dari total output ekonomi dan investasi di Amerika Serikat dibandingkan sektor lain seperti pertanian atau pertambangan, di mana pekerja juga rentan terhadap panas.
"Penurunan produktivitas konstruksi memperlambat akumulasi modal dan oleh karena itu memiliki dampak jangka panjang pada hasil makroekonomi," tulis mereka, dikutip dari Reuters pada Rabu (29/5).
Menggunakan skenario alternatif yang kurang mungkin terjadi, di mana jumlah hari dengan panas ekstrem meningkat menjadi 125 pada tahun 2100, mereka menemukan konsekuensi yang jauh lebih besar dari penurunan produktivitas konstruksi.
Akumulasi kapital diproyeksikan turun sebesar 18% dan konsumsi turun sebesar 7% pada tahun 2200.