Foogie :
Wah… Hari yang cerah! Hari yang indah juga buatmu, seorang foodie, untuk mencoba berbagai makanan yang ada di festival makanan ini. Silakan berkeliling mencicipi makanan yang disajikan.
Foogie :
Oke, saatnya makan! Indera penciumanmu dimanjakan wangi rempah dan penglihatanmu terpaku pada makanan yang disajikan dengan indah.
NASI GORENG
Salah satu makanan paling banyak ditemui di Indonesia. Kamu nyaris bisa memasukkan bumbu atau bahan apapun di dalamnya dan hasilnya tetap terasa enak! Sangat cocok untuk sarapan, tapi juga cocok dimakan kapan saja. Termasuk untuk mengisi perutmu saat lapar di malam hari.
PECEL AYAM
Ayam dibumbui dengan santan, kunyit, dan bumbu lainnya, digoreng dan disajikan dengan lalapan dan nasi panas.
RENDANG
Makanan dengan predikat terenak di dunia (CNN 2019). Diolah dari daging sapi, santan, dan beragam bumbu rempah. Disantap dengan nasi putih dan lauk lainnya.
Setelah menikmati makanan, kamu memperhatikan lagi kedai-kedai di festival ini. Ada makanan yang digoreng, ada penanak nasi yang mengepul. Kamu kemudian menyadari, minyak goreng dan beras dibutuhkan hampir di semua makanan.
Ya, minyak goreng dan beras merupakan bahan pangan utama Indonesia (BPS, 2022). Survei Jakpat (2022) menyebutkan minyak goreng dan beras masuk tiga besar bahan pangan paling sering dibeli masyarakat Indonesia.
Kalian pasti tahu kan, jumlah penduduk Indonesia akan meningkat dari waktu ke waktu.
Sumber : BPS (2018)
Dampaknya, kebutuhan beras dan minyak goreng juga semakin meningkat.
Sumber : Kementerian Pertanian (2021), BPS (2022)
Peningkatan konsumsi pangan membutuhkan lahan yang lebih luas lagi. Ini berarti, kita butuh lebih banyak lahan untuk perkebunan sawit dan sawah.
Sumber : Kementerian Pertanian (2021)
Menurut Greenpeace dan LPEM UI (2019), kebijakan pemerintah meningkatkan campuran biodiesel berimplikasi pada kenaikan kebutuhan lahan perkebunan sawit demi memenuhi kebutuhan bahan baku biodiesel.
Sumber : Greenpeace dan LPEM UI (2019)
Pemerintah berencana mengembangkan co-firing biomassa, atau pencampuran bahan bakar alternatif seperti pelet kayu dari HTE pada PLTU batu bara. Proyek ini rencananya dilakukan pada 52 lokasi atau 107 unit PLTU di Indonesia hingga 2025. Semakin besar persentase co-firing, semakin luas lahan yang dibutuhkan.
Sumber : Trend Asia (2022)
Tahukah kalian, selain pangan, lahan juga dibutuhkan untuk energi. Pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) dari olahan sawit dan Hutan Tanaman Energi (HTE). Dari sawit untuk pengembangan biodiesel. Sementara dari HTE diolah menjadi pelet kayu untuk co-firing PLTU.
Dengan adanya pengembangan biodiesel dan co-firing yang membutuhkan banyak lahan untuk memasok minyak sawit dan pelet kayu sebagai bahan bakunya, Indonesia berisiko kekurangan lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi secara bersamaan. Bahkan, kita berisiko tidak bisa menikmati makanan favorit kita lagi, seperti nasi goreng, nasi rendang, dan pecel ayam tadi. Jadi, kita bukannya "Makan" dari bahan pangan, tapi malah "Dimakan" oleh energi.
Pengembangan biodiesel dan co-firing batu bara merupakan bagian dari rencana pemerintah melakukan transisi energi atau proses pengalihan sumber energi dari bahan bakar fosil ke sumber yang tidak menghasilkan emisi karbon. Dan tahukah kalian, transisi energi bisa menggunakan bahan baku alternatif selain minyak sawit dan pelet kayu lho! Pilihan alternatif tersebut juga lebih ramah lingkungan.
Dengan pilihanmu tadi, maka berdampak pada pembukaan hutan alam untuk perkebunan. Artinya, kita harus menebang lebih banyak pohon demi mengembangkan perkebunan sawit dan HTE.
Lebih dari setengah atau 63% dari tutupan lahan di Indonesia adalah kawasan hutan. Sisanya baru kawasan bukan hutan, seperti untuk permukiman dan pertanian.
Sejauh ini, tutupan lahan sawit dan hutan tanaman, mayoritas berada di wilayah bukan hutan. Peningkatan kebutuhan biodiesel dan biomassa berarti harus menambah wilayah bukan hutan dengan membuka hutan.
Ada alternatif nih... Kita bisa meningkatkan produktivitas sawit rakyat yang mengelola 41% kawasan perkebunan sawit di Tanah Air. Data dari Kementerian Pertanian (2021) menyebutkan, produktivitas rata-rata perkebunan sawit rakyat sebesar 3,4 ton/ha, di bawah perkebunan swasta 4,2 ton/ha.
Oleh sebab itu, sejak 2017 pemerintah menerapkan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Namun, kinerjanya perlu ditingkatkan. Berdasarkan data Ditjenbun, realisasi PSR dari 2017-2022 baru 9,9% dari target. Program ini akan memakan waktu lama. Tapi pilihan ini bisa kita coba.
Hmm, oke… Kalau begitu, kemungkinan kita harus membuka hutan. Ini akan berdampak pada wilayah penyerap karbon dan penghasil oksigen menjadi berkurang, keanekaragaman hayati terancam, dan hidup masyarakat yang bergantung pada hutan akan semakin rentan.
Alternatif sumber energi selama masa transisi ada beragam lho.
Misalnya sebagai berikut :
Minyak Jelantah
Minyak jelantah dari industri dan rumah tangga berpotensi menjadi bahan baku komplementer biodiesel.
Energi Surya, Bayu, dan Lainnya
Energi terbarukan dari sumber-sumber ini dapat menambah kapasitas pembangkitan listrik.
Walau sekarang masih mahal, namun pengembangan ke depan akan makin terjangkau.
Nah, di sisi pangan berkelanjutan, solusi yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
Urban Farming
Memanfaatkan ruang-ruang di perkotaan untuk mendekatkan sumber pangan juga bisa menambah pasokan pangan kita!
Diversifikasi Sumber Pangan di Daerah
Sumber pangan yang beragam bisa mencegah risiko ekspansi, sekaligus memenuhi kebutuhan gizi banyak orang.
Hmm... Kamu foodie yang cukup tahu isu lingkungan. Yuk cari tahu lebih banyak tentang risiko lingkungan yang sudah ada di depan mata.
Sayang sekali, kamu tergolong foodie yang belum peduli risiko lingkungan. Jika kamu dan lebih banyak masyarakat seperti ini, sama saja dengan membiarkan risiko ekspansi lahan besar-besaran terjadi dan efeknya bisa berdampak pada kerusakan lingkungan.
Selamat! Kamu foodie yang sadar risiko lingkungan. Yuk berani ambil langkah untuk aksi menjaga lingkungan!
Koordinator
Jeany Hartriani
Editor
Fitria Nurhayati
Jeany Hartriani
Naskah & Riset
C. Bregas Pranoto
Ramada Febrian
Amalya Reza
Teknologi Informasi
Firman Firdaus
Prita Dyah Prawitasari
Farizan Kazhimi
Koordinator Visual
Lambok E. Martin Hutabarat
Muhamad Yana
Motion Graphic
Heri Purwoko
Tri Prasojo
Ilustrasi & Desain
Joshua Parningotan Siringo Ringo
Andrey Rahman Tamatalo
Zulfiq Ardi Nugroho
Video
Trend Asia